Quantcast
Channel: News Berita Budhis Terkini | Buddhazine
Viewing all 1052 articles
Browse latest View live

Akhirnya Bantuan Menjangkau Daerah Terisolir di Pedalaman Lombok

$
0
0

Selasa (14/8), sembilan hari pasca gempa, bantuan mulai mengalir ke masyarakat pedalaman Lombok Utara.

Menurut pantauan relawan Karuna Mitta Jaya (KMJ), Budiartoyo, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah mengunjungi Dusun Jangkar dan Bimbim untuk mendistribusikan bantuan logistik berupa; beras, tikar, genset, selimut, tisu, dan aneka kebutuhan lainnya.

“Hari ini BNPB sudah mendistribusikan bantuan ke Jangkar dan Bimbi Mas,” Budiartoyo memberikan kabar terbaru melalui whatsapp.

Bahkan menurut menurut Budi, kemarin sempat ada helikopter yang akan mendarat dan menurunkan bantuan ke Dusun Jangkar, namun karena tidak ada lokasi pendaratan jadi bantuan nggak jadi diturunkan, “Sayang sekali mas,” sesalnya.

Tak hanya logistik berupa bahan pokok makanan, tenaga medis relawan Karuna Mitta Jaya juga sudah diturunkan untuk menangani korban luka akibat gempa. “Saya sedang di Dusun Jangkar Mas, memantau penyaluran bantuan. Tim dokter juga sudah sampai sini,” pesan Budi, Senin (13/8).

Hingga tiga hari setelah gempa, masyarakat dua dusun ini belum mendapat bantuan logistik berupa makanan dan obat-obatan.

Dusun Jangkar dan Bimbi masuk wilayah Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. Dua dusun ini berada di daerah perbukitan yang masih terisolasi. Hingga saat ini tidak ada jalur kendaraan roda empat, sedangkan jalan kendaraan roda dua terputus akibat gempa dan tanah longsor.

Dusun jangkar dihuni oleh 100 KK dengan 320 jiwa. Sedangkan Dusun Bimbi dihuni oleh 60 KK dengan 202 jiwa. Hampir semua rumah mereka hancur karena gempa, dua vihara yang berada di dua dusun tersebut juga mengalami rusak parah akibat gempa.

The post Akhirnya Bantuan Menjangkau Daerah Terisolir di Pedalaman Lombok appeared first on .


Asadha di Gunungpayung Temanggung

$
0
0

Asadha Gabungan dari empat kecamatan yaitu Kecamatan Candiroto, Wonoboyo, Bejen, dan Patean yang bertempat di Gunungpayung, Kec. Candiroto, Temanggung pada Minggu (12/8) disambut meriah oleh warga lingkungan vihara dan pejabat desa.

Bhante Santacito, Samanera, umat Buddha Kabupaten Temanggung, umat Wonosobo, umat Magelang, Muspika, Kepala Desa, dan camat hadir di acara ini. Anak Sekolah Minggu juga turut memeriahkan acara pembukaan dengan menampilkan tari.

Dengan adanya perayaan Asadha ini, selaku ketua Vihara, Tri Mulyono berharap agar keyakinan umat Buddha Gunungpayung semakin bertambah, “Harapan kami terutama untuk umat Buddha Gunungpayung menambah tingkat keyakinan, kepedulian terhadap masyarakat sekitar, toleransi antarumat beragama, dan tentunya mempersatukan nusa dan bangsa. Juga untuk merangkul semua, lingkungan kelompok banser juga. Yang kecil mau merangkul, tinggal yang besar mau merangkul atau tidak?”

“Tujuan khusus acara ini agar umat mengingat kembali keluhuran Buddha, Dhamma, dan Sangha. Serta tujuan umumnya untuk meningkatkan kerukunan umat beragama,” Winarto menambahkan.

Kepala Desa Gunungpayung berharap bahwa ke depannya terjalin kekeluargaan dan gotong royong yang lebih erat antarmasyarakat Gunungpayung.

Bhante Santacito yang sudah sering berkunjung ke Gunungpayung merasa senang karena meski umatnya sedikit tapi bisa mengadakan acara sebesar ini. Bhante berharap besar agar umat Buddha di Gunungpayung tetap bertahan, dapat mempraktikkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari, berbuat kebajikan, dan juga menggunakan vihara sebagai tempat meditasi.

Ceramah Bhante Santacito

Ajaran Buddha menuntun kita dalam kehidupan sehari-hari agar dapat membersihkan batin. Tidak marah-marah, tidak membenci, tidak menyimpan dendam, tidak serakah, tidak memiliki kemelekatan, dan tidak kikir. Hal itu dapat dilakukan oleh siapa saja.

Supaya kita memiliki konsep perhatian benar, kita harus bermeditasi. Agar bahagia kita harus mempraktikkan delapan jalan mulia berunsur delapan, Agar hidup bahagia kita harus melakukan kebajikan, tidak melakukan kejahatan, senantiasa waspada  agar tidak dikuasi oleh pikiran yang tidak bermanfaat, dan membersihkan kekotoran batin.

Menjaga ucapan, perbuatan, dan pikiran. Ucapan kasar dihindari, perbuatan yang merugikan dihindari, pikiran yang buruk dihindari. Ucapan, perbuatan, dan pikiran yang baik dikembangkan.

Pikiran adalah sebab penderitaan karena tidak eling dan waspada. Praktik yang benar adalah memahami penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan menuju akhir penderitaan. Mari kita sama-sama mempraktikan jalan mulia berunsur delapan. Serta menjaga ucapan, pikiran, dan perbuatan sehari-hari agar kebahagiaan meliputi kita semua.

The post Asadha di Gunungpayung Temanggung appeared first on .

Mencekamnya Malam Saat Terjadi Gempa

$
0
0

“Saya masih selalu terbayang malam itu, setiap melihat rumah yang ambruk, saya terngiang bagaimana nasib anak dan keluarga saya kalau telat membuka pintu,” tutur Jana kepada Bhante Saccadhammo, dalam perjalanan menuju posko pengungsian, Dusun Lenek, Rabu (8/8).

Bersama Bhante Saccadhammo, Jana menjemput kami di Bandara Selaparang. Saat perjalanan memasuki lokasi yang terkena gempa, secara spontan laki-laki yang bekerja di Dinas Lingkungan Hidup, Perumahan dan Kawasan Pemukiman ini berkisah tentang kejadian malam saat terjadi gempa.


Bhante Saccadhammo kiri

Pada malam kejadian, Jana dan keluarga sedang menonton televisi di dalam rumah. Karena angin bertiup kencang dan putrinya yang berumur 4 tahun takut maka pintu rumah dikunci. “Gempa datang, pintu susah dibuka karena digoyang gempa, lama sekali baru bisa dibuka. Masih saja saya kebayang malam itu.”

“Di dalam belum ada plafon yang jatuh?” tanya bhante Sacca.

“Belum Bhante, kita sudah sampai bruga (semacam saung, tempat menerima tamu bagi orang Lombok), rumah langsung rubuh, haduhhh,” keluhnya.


Mas Jana

Di bruga, Jana dan keluarganya menyaksikan rumahnya yang roboh diguncang gempa. Di tengah kepanikan itu, Jana mendengar himbauan BMKG ada potensi tsunami, seketika itu dia membawa keluarganya lari melewati reruntuhan rumah menuju bukit yang berjarak sekitar 1 km dari rumahnya. “Saat itu saya sempat turun sendirian mencari terpal, karena di atas tidak ada alas dan udara dingin,” lanjutnya.

Malam itu, Mas Jana dan ribuan korban gempa menghabiskan malam di atas bukit. Malam terasa panjang karena udara dingin dan gempa susulan yang tak kunjung berhenti. Hingga kini, perasaan trauma masih dirasakan oleh Mas Jana dan keluarganya. Terutama putrinya yang baru berusia empat tahun.

The post Mencekamnya Malam Saat Terjadi Gempa appeared first on .

Sendratari Tunggak Semi Badra Santi

$
0
0

Undangan Syukuran & Charity Show “Sendratari Tunggak Semi Badra Santi” Atas Diraihnya: Anugerah Pustaka Nusantara 2018 & Peringatan Hut Ke-73 Kemerdekaan Indonesia

Apakah warga Buddha turut serta memperjuangkan kemerdekaan?

Leluhur warga Buddha pernah turut serta mempertahankan tanah air melawan Kompeni Belanda. Pada tahun 1741, 1743, dan 1750, penduduk Jawa-Tionghoa, baik yang memeluk Islam maupun Kejawen Kebuddhaan bersatu padu mempertahankan pesisir utara Jawa Tengah dari Kompeni Belanda.

Adalah Raden Panji Margana, putra Adipati Tejakusuma V Lasem; Tumenggung Widyaningrat atau Oei Ing Kiat, pengusaha Muslim; Tan Ke Wie, pengusaha dermawan; dan Kyai Ali Badhawi, Imam Masjid Raya Lasem, bersatu memimpin pertempuran mempertahankan tanah air.

Perang itu menyisakan kekalahan bagi penduduk Indonesia. Akibatnya, naskah Siwa-Buddha dibakar oleh Belanda di alun-alun Kota Lasem. Banyak penduduk gugur, termasuk Raden Panji Margana dan sahabatnya, Tan Ke Wie dan Oei Ing Kiat. Sejak itu, Belanda menerapkan politik adu-domba (devide et impera). Kemudian Penduduk Jawa-Tiongha, dan pemeluk Islam serta Kejawen Kebuddhaan dipisah, diadu domba. Karena persatuan entitas bangsa tersebut, menghalangi Belanda menjajah Ibu Pertiwi.

Sebelum wafat, Raden Panji Margana berpesan, “Kelak tiba saatnya, Pohon Mandirasari (Bodhi), dan Bunga Teratai akan tumbuh di setiap desa. Saat itulah Dharma dan seni budaya bangsa, akan tumbuh bersemi kembali menghantarkan kejayaan negeri”.

Semangat Tunggak Semi itulah yang kemudian dipopulerkan tiga sahabat, yaitu: Bhikkhu Khemasarano Mahathera, Pandita Raden Panji T. Hadidarsana, dan Pandita Ramadharma S. Reksowardojo. Mereka adalah pandita dari “Buddhis Indonesia”, yang kemudian menjadi cikal bakal Mapanbudhi (kemudian Magabudhi). Frasa “Tunggak Semi Badra Santi” pernah menjadi sabuk pengikat pembabaran Buddha Dharma sejak dekade tahun 1960, hingga akhir dekade tahun 1990.

Puncaknya, prasasti “Padepokan Tunggak Semi” kemudian disematkan di gapura pintu masuk komplek Candi Khemasarano Mahathera di Juwana. Bhante Khemasarano juga dikenal sebagai seorang bujangga Buddha dengan sandi asma, “Sramana ing Padepokan Tunggak Semi, Desa Bakaran Wetan, Juwana, Kabupaten Pati”.

Sendra Tari “Tunggak Semi Badra Santi”

Pada dekade tahun 2000-an, Badra Santi Institute, sebuah lembaga penelitian Buddhis yang didirikan oleh Keluarga Pelestari Badra Santi di Semarang, berhasil merevitalisasi naskah. Dengan dukungan keluarga Pandita Raden Panji T. Hadidarsana di Semarang, dan Pandita Ramadharma S. Reksowardojo di Yogyakarta, naskah Badra Santi dapat diontologikan kembali dalam bentuk kekinian.

Bentuk ontologi sastra Buddhis tersebut antara lain: penyusunan notasi gending karawitan, seni tari, penerjemahan dan penerbitan ulang, hingga seni wayang kulit. Badra Santi dapat dikenal kembali oleh masyarakat Buddhis di Indonesia berkat dukungan dan publikasi dari Ngasiran. Alumni STAB Nalanda yang juga seorang jurnalis majalah online Buddhazine.com, bernama pena, Ryan Nala.

Usaha Badra Santi Institute dalam mengenalkan kembali Badra Santi kepada anak muda Buddhis zaman now, akhirnya mendapatkan pengakuan dari negara. Pada tanggal 26 Juli 2018, Badra Santi Institute meraih “Anugerah Pustaka Nusantara 2018”, yang diserahkan di Auditorium Perpusnas RI.

Ini adalah anugerah pustaka sekaligus pengakuan negara yang pertama, bagi naskah Buddhis Nusantara di era kemerdekaan.

Sebagai bentuk dukungan dan apresiasi atas prestasi ini, Bhikkhu Dhammasubho mewakili komunitas Buddhis di Indonesia, mengundang secara khusus para pegiatnya ke Jakarta, dengan acara syukuran. Acara ini sekaligus sebagai syukuran peringatan 73 tahun Kemerdekaan Indonesia.

Acara syukuran yang akan dikemas dengan sarasehan budaya ini, akan menampilkan sendratari pendek berjudul “Sendratari Tunggak Semi Badra Santi”. Ini adalah visualisasi dari usaha penduduk pemeluk Buddha yang mempertahankan tanah air dengan seni budaya bercorak Buddhis, Badra Santi.

Pada akhir sendratari, akan tampil Kidung Puji Badra Santi, sebuah kidung puji kepada Buddha dan Ibu Pertiwi. Berdasarkan penuturan mendiang Raden Panji Ir. Winarno, Dipl. HE, Putra Pertama Pandita Raden Panji T. Hadidarsana yang masih keturunan Adipati Tejakusuma Lasem, kidung ini  menggambarkan kemegahan Kerajaan Lasem sejak era Dewi Indu Purnama Wulan, Adinda Prabhu Hayam Wuruk, Raja Wilwatikta Majapahit.

Sendra tari akan diperankan oleh putra-putri Buddhis yang selama ini mempopulerkan Badra Santi di era milenial. Adegan demi adegan ditampilkan ringkas dalam bentuk dialog karakter, dan seni tari “Wening”. Seni tari yang menggambarkan seorang pertapa berhasil mengatasi godaan putri-putri Dewa Mara. Simbol peperangan yang melambangkan nafsu Kompeni Belanda untuk menduduki tanah air.

Charity show

Pada acara syukuran, akan hadir sekitar 15 orang rombongan seniman yang dipimpin Gusti Ayu Rus Kartiko, didampingi Dr. Widodo Brotosejati, dosen Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Syukuran akan diselenggarakan pada:

Hari, tanggal: Minggu, 26 Agustus 2018

Pukul: 08.00-11.00 WIB

Tempat: Wisma Sangha Theravada Indonesia Margasatwa No. 9 RT 15, RW 01 Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan

Terbuka kesempatan untuk mendukung suksesnya sendratari Buddhis bercorak Jawa-Tionghoa ini, dengan memiliki koleksi Buku Badra Santi, terbitan ulang edisi tahun 1967. Buku ini dilampiri kajian pengantar, “Selayang Pandang Carita Lasem & Badra Santi”, yang berisi narasi sejarah berseminya Buddha Dharma dengan perangkat seni budaya oleh sesepuh organisasi Buddhis Indonesia (cikal bakal Magabudhi).

Buku Badra Santi edisi 1967 dapat dipesan melalui narahubung:

Gusti Ayu Lasem: 081.326.905.919

Sikky Hendro W: 0811.88.99.957

Isyanto: 0815.160.64.98

Budi: 0857.122.94.192

The post Sendratari Tunggak Semi Badra Santi appeared first on .

Gempa Terus Mengguncang, Warga Lombok Tetap Beraktifitas

$
0
0

Selasa, (21/8) masyarakat Kampung Beriri dan Grenggeng, Dusun Grenggeng, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara melakukan kerja bakti perbaikan jalan yang terputus akibat gempa. Dengan bergotong royong, ratusan masyarakat dua kampung ini mengecor jalan yang panjangnya lebih dari tiga kilo meter.

Jalan ini merupakan satu-satunya akses yang menghubungkan masyarakat pedesaan Grenggeng. Hingga saat ini hanya ada jalur sepeda motor, belum ada jalan untuk kendaraan roda empat. “Statusnya waspada Mas, tapi masyarakat tetap antusias melakukan kerja bakti,” tutur Budiartoyo, koordinator korban gempa Desa Jenggala.

Hingga kini gempa susulan memang masih mengguncang Lombok. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sejak Minggu hingga Senin telah terjadi 101 gempa susulan dan sembilan di antaranya sangat terasa. Salah satu guncangan gempa paling besar adalah berkekuatan Magnitudo 7 yang terjadi pada Minggu, (19/8).

“Minggu siang ini (19/8) Lombok di Guncang 2 kali gempa yg berkekuatan lumayan besar yang pertama 5.4 & 6.5. Namun ada yang berbeda ketika awal-awal gempa melanda Lombok kepanikan warga sangat besar, namun kali ini warga seperti sudah biasa, ada kepanikan tapi kecil,” tutur Bhante Pradipa, yang berada di Posko Dusun Lenek, Desa Bentek, Kecamatan Gangga.

Di posko ini, umat Buddha sudah mulai beraktifitas, pada hari Minggu, anak-anak Sekolah Minggu sudah mulai melakukan kegiatan belajar di vihara darurat.

The post Gempa Terus Mengguncang, Warga Lombok Tetap Beraktifitas appeared first on .

Vihara Veluvanna Merupakan Salah Satu Vihara yang Masih Berdiri Pasca Gempa

$
0
0

Jumat (10/8), kami berkunjung sekaligus ikut menyalurkan bantuan logistik dari posko Karuna Mita Jaya (KMJ) kepada umat Buddha Vihara Veluvanna, Dusun Sempak, Desa Tegal Maja, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.

Vihara Veluvanna merupakan salah satu vihara yang masih berdiri pasca gempa bermagnitudo 7.0 di Lombok Utara pada Minggu (5/8). Bantuan dari pemerintah saat kami kunjungi belum ada, mereka mendapat bantuan dari posko Bhante Uppasilo dan juga dari Bhante Saccadhammo yang tergabung dalam tim Karuna Mitta Jaya (KMJ).

“Kondisi umat selamat, namun sudah mulai capek dan kelelahan sehingga mulai ada yang sakit seperti mual, flu, dan radang. Mereka butuh asupan vitamin dan obat generik. Untuk saat ini mereka juga butuh lampu darurat karena listrik PLN belum nyala,” jelas Pak Putradi ketua Maghabudhi PC Lombok Utara.

Kondisi vihara saat kami berkunjung masih berdiri, hanya beberapa retakan kecil di tembok dan tiang, beberapa genteng terjatuh. Namun demikian umat pun belum berani untuk masuk ke dalam vihara karena masih takut akan terjadinya gempa susulan mengingat semenjak kami di sana pun masih terus terjadi gempa susulan meskipun dalam skala kecil.

Mereka sangat senang atas perhatian umat Buddha dari lain daerah yang mau memberi bantuan kepada mereka.

Selain untuk ikut menyalurkan logistik, tujuan kami berkunjung ke tempat mereka adalah untuk menyarankan agar mereka dapat berkumpul dalam satu posko supaya mempermudah penyaluran logistik. Namun kondisi tidak kondusif untuk bisa berkumpul.

“Mereka takut meninggalkan rumah untuk berkumpul bersama, karena khawatir banyak penjarahan di rumah mereka. Mereka mendapat informasi isu maling dan penjarahan hampir setiap hari, untuk alasan itu mereka tidak bisa berkumpul menjadi satu,” terang Pak Putradi.

“Jumlah KK di Vihara Veluvanna ada 70 KK, dengan 250 jiwa. Kedatangan teman-teman umat Buddha dari luar menjadikan mereka tetap semangat dan termotivasi, sehingga mereka tidak terlarut-larut dalam kesedihan. Warga umat Buddha di Vihara Veluvanna sangat trauma dengan bencana ini, sehingga mereka butuh motivasi untuk kesehatan psikologi umat,” pungkas pak Putradi menutup pembicaraan.

The post Vihara Veluvanna Merupakan Salah Satu Vihara yang Masih Berdiri Pasca Gempa appeared first on .

Lindu, Anjing Mungil yang Selamat dari Gempa

$
0
0

“Hubungi nomor ini Mas, sopir saya di mobil, maaf saya agak kecapeaan, dua hari melakukan evakuasi,” pesan Bhante Saccadhammo WA, Rabu (8/8).

Pukul 15.30 WITA, kami tiba di Lombok. Sore itu suasana bandara di Lombok tampak ramai, aktivitas penerbangan berjalan normal. Di lobi bandara banyak turis asing berkerumun, sedangkan di luar bandara tampak beberapa tenda darurat didirikan.

Bhante Sacca mengirim nomor Mas Jana yang kemudian kami hubungi, namun tak dapat tersambung, sehingga bhante harus turun sendiri untuk menghampiri kami. Tak berselang lama, sosok berjubah cokelat tua itu muncul di tengah keramaian. Jalannya agak tertatih, wajahnya pucat, terlihat kurang istirahat.

“Selamat siang Bhante, saya Ngasiran dan ini Surahman,” kami memperkenalkan diri. Kemudian bhante mengajak kami ke mobil yang diparkir di sebelah kanan dari arah kami keluar bandara.

“Ini ada yang selamat dari gempa Mas,” bhante menunjukkan seekor anak anjing.

Anjing tersebut ditemukan pagi hari setelah gempa Minggu, (5/8). Saat itu bhante dan warga sedang menelusuri puing-puing bangunan mencari anggota keluarga yang hilang.

“Saat itu saya mendengar suara anjing dari dalam reruntuhan rumah, dia sedikit tertimpa puing saat kami temukan,” tutur bhante.

Anak anjing berwarna putih itu kemudian diselamatkan dan dibawa bhante ke Vihara Buddhavamsa, Dusun Lenek, Desa Bentek, Kecamatan Gangga. “Saya tunjukkan ke Bhante Dhammasubho. Bhante memberi nama anjing ini Lindu, lindu artinya gempa.”

Menurut Bhante Dhammasubho anjing kecil ini bagian dari sejarah penderitaan para korban gempa Lombok. Anjing kecil itu kini dirawat oleh bhante dan para relawan di posko Vihara Buddhavamsa dengan penuh kasih sayang. Bahkan saat Bhante Saccadhammo bepergian selalu dibawa.

The post Lindu, Anjing Mungil yang Selamat dari Gempa appeared first on .

Peresmian Vihara Sukharam Kutai Timur

$
0
0

Kamis (23/8), peresmian Vihara Sukharama yang berada di Kompleks Thomas Square Sangatta, Kutai Timur dihadiri Bupati Kutai Timur, Ismunandar, dan Kasmidi Bulang, Forum komunikasi pimpinan daerah (FKPD) Kutai Timur, 11 Bhikkhu dan 2 Atthasilani, Plt Pembimas Buddha Kaltim, Pebimas Buddha Kaltara serta tamu undangan yang hadir dari Samarinda, Balikpapan, Bontang, Tarakan, Berau, Tanjung Selor, Malino, Bontang, Jakarta.

Peresmian diawali dengan tarian selamat datang dilanjutkan pembacaan doa oleh Bhante Thitaviriyo dan sambutan dari ketua panitia dan yayasan Kusalamula Sangatta, Kakanwil Kementerian Agama Kaltim yang diwakili Plt Pembimas Buddha Kaltim Bapak Sugiyo, Ketua Umum STI Bhante Subhapanno, dalam sambutannya bhante menjelaskan makna yang terkandung dalam arsitektur Vihara Sukharama; Vihara Sukharama artinya tempat kebahagiaan, harapannya orang datang ke vihara memperoleh keamanan dan kedamaian.

Di depan pintu ada dua Dwarapala penjaga pintu yang tangannya memegang gada ke bawah menandakan telah melepaskan kekerasan. Di kepala ada gambar tengkorak menandakan mengetahui waktu. Orang yang selalu mengedepankan nilai-nilai luhur inilah simbol penjaga. Vihara ini tidak lepas dari semangat keluarga Bapak Thomas yang mendanakan tanah seluas 2487 meter persegi.

Berawal dari kedatangan bhante atas undangan umat, untuk melakukan pembinaan. Pada awalnya, di Sangatta hanya terdapat satu umat umat Buddha. Kemudian pembinaan sering dilakukan bahkan satu kali dalam satu tahun. Lama-kelamaan mulai muncul umat Buddha yang lain, sehingga ada yang ingin mendanakan sebagian tanahnya 2.478 meter persegi, untuk dibuatkan vihara yaitu Thomas. Namun keinginan tersebut masih belum diterima, sampai tiga kali Thomas tetap teguh mendanakan tanahnya untuk vihara, akhirnya disetujui oleh Sangha.

Dalam Dhammadesananya, Bhante Dhammasubho menyampaikan, “Para bhante yang cukup banyak datang dari berbagai tempat meskipun dalam masa vassa ke vihara ini ada karena ada Buddha. Buddha memiliki 3C, Cakap; pintar terpelajar, Cakep; ganteng, Cukup; berkecukupan tidak kekurangan. Karena itulah vihara menjadi rumah Buddha dan sama tuanya sejak ajaran Buddha mulai dibabarkan.”

The post Peresmian Vihara Sukharam Kutai Timur appeared first on .


Diki Susila Terpaksa Berhenti Sekolah

$
0
0

“Saya terdorong sampai jatuh,” demikian tutur Diki Susila, salah satu anak korban gempa Kampung Beriri, Dusun Grenggeng, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara. Pada malam kejadian gempa Minggu, (5/8) Diki Susila sedang bermain bersama lima orang kawanya di Bruga (semacam saung tempat menerima tamu masyarakat Lombok). Diki dan kawan-kawannya panik, berlarian hingga terjatuh.

“Saya takut pak,” kata Diki lebih lanjut. Begitu yang dirasakan siswa kelas 3 Sekolah Dasar Negeri 7 Jenggala, Kecamatan Tanjung ini. Tak hanya menyisakan kesedihan dan trauma mendalam, gempa juga mengakibatkan Diki dan ribuan anak-anak usia sekolah di Pulau Lombok terpaksa berhenti sekolah. Gedung sekolahnya hancur, para pengajar dan staf sekolah juga menjadi korban gempa hingga harus ikut mengungsi bersama masyarakat lainnya.

Meski begitu, pihak sekolah dan relawan posko tetap berupaya untuk mengadakan kegiatan belajar di pengungsian. “Pihak pemerintah sudah merencanakan aktivitas pembelajaran di sekolah darurat Mas, tapi masih belum pasti mau direncanakan kapan,” tutur Budiartoyo yang berada di lokasi gempa, Desa Jenggala.

Sedangkan di Lenek, anak-anak usia sekolah tetap bermain bersama para relawan. “Kegiatan pembelajaran anak TK dan SD masih belum bisa dimulai, karena sekolah sementara belum tersedia. Tapi pihak komite dan kepala sekolah beserta guru-guru SD Negeri 4, Desa Bentek terus berupaya untuk menyediakan tempat pembelajaran sementara,” tutur Bhante Pradipa kepada BuddhaZine, Sabtu (25/8) lalu.

Menurut bhante, saat ini lokasi sekolah sementara sudah ada, tinggal pembuatan tenda-tenda yang akan digunakan untuk ruang kelas. “Saat ini masih tahap membersihkan lahan, membereskan buku-buku, dan membuat ruang kelas sementara. Bila semua sudah beres akan segera dimulai kegiatan pembelajaran,” imbuh bhante.

Dari sisi pemerintah sendiri, penanganan pendidikan dan fasilitas umum menjadi prioritas utama. Pemerintah menganggarkan 4 triliun untuk pemulihan Gedung sekolah dan fasilitas umum lainnya dan ditargetkan rampung pada akhir 2019.

Seperti yang dimuat dalam Kompas, Minggu (26/8) Menteri Pendidikan dan kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan ada 556 sekolah rusak ringan hingga berat. Saat ini, kata Muhadjir masih tahap penanggulangan gempa. “Tahap rekonsiliasi cukup dilakukan pihak Kemendikbud, sedangkan tahap rekonstruksi akan dilakukan kementerian PUPR.”

Selain menangani fisik gedung sekolah, Muhadjir juga akan mengirim tenaga guru ke Lombok. Hal itu dilakukan untuk memberi waktu guru-guru di sana untuk memulihkan diri dari trauma. “Tidak usah guru dari Jawa, cukup guru dari NTB saja,” tuturnya.

The post Diki Susila Terpaksa Berhenti Sekolah appeared first on .

BLIA Buddhist Public Speaking Garda Dharma VI

$
0
0

Buddha’s Light International Association, umumnya dikenal sebagai BLIA, adalah organisasi monastik dan awam. BLIA didirikan oleh Master Hsing Yun pada tahun 1992. Organisasi ini terkait dengan Fo Guang Shan, organisasi Buddhis terbesar di Taiwan.

BLIA Jakarta seperti halnya organisasi Buddhis lainnya memiliki tujuan untuk menyokong perkembangan Buddha Dharma di Indonesia, sehingga agama Buddha akan tetap lestari, dapat terus dipelajari dan diteruskan kepada generasi-generasi selanjutnya.

Dengan mempertimbangkan bahwa Dharma yaitu ajaran dari Buddha harus terus dibabarkan, dan banyak duta Dharma yang masih mempunyai kesulitan dalam membagikan Dharma secara lisan, maka diperlukan suatu keahlian berbicara publik yang memadai.

Kegiatan BLIA Jakarta telah rutin dilakukan setiap tahunnya. Pada tahun 2018, BLIA Jakarta kembali melakukan pelatihan Duta Dharma, yaitu BLIA Buddhist Public Speaking Garda Dharma ke VI, dengan pimpinan Tjin Sheng Chong selaku Ketua Panitia Pelaksana dan didukung oleh Karim Ali selaku ketua Yayasan BLIA Jakarta dan Alex Purnama selaku Sekjen BLIA Jakarta.

BLIA Buddhist Public Speaking Garda Dharma VI diadakan dalam 10 kali pertemuan, setiap hari Sabtu dan Minggu, dari pukul 09.00 – 17.30 wib, mulai tanggal 21 juli – 18 Agustus 2018. Acara ini diadakan di kantor pusat BLIA Jakarta selama 8 (delapan) kali pertemuan dan 2 (dua) pertemuan di Jhana Manggala Meditasi Graha, Gunung Geulis, Bogor.

Pogram pelatihan yang diajarkan meliputi: Pemahaman Dharma dari berbagai aliran Buddhis yaitu Theravada, Mahayana, Vajrayana, dan Tridharma. Juga ada teori dan praktik berbicara publik, NLP (Neuro Linguistic Programming) untuk Duta Dharma dan pemahaman tentang tugas, tanggung jawab, dan sikap yang benar bagi seorang duta Dharma.

Baca juga: Meningkatkan Kreativitas Pengajar SMB, Melalui Pelatihan

Para pengajar atau narasumber adalah tokoh terkemuka, profesional dan aktifis Buddhis yang sangat kompeten dan berpengalaman. Di antaranya yaitu, Biksu Vidya Sasana, Biksu Nirmana Sasana, Bhikkhu Dhammasubo, Kevin Wu, Marga Singgih, Selamat Rodjali, Wenny Lo, Tommy Siawira, Anderson Hadaya Tan, dan lain-lain. Acara ini juga di sponsori oleh United Oil, Dharma Kitchen dan didukung oleh Andriewongso.com, Happy Quantum, Jhana Manggala meditasi Graha, serta diliput oleh rekan media yaitu BuddhaZine.

“Sabba Danam, Dhamma Danam Jinati,” artinya dari semua pemberian, Dhamma dana memberikan hasil atau Vipaka yang paling tinggi dan berguna. Dengan terselenggaranya acara ini, semoga dapat membekali para duta Dharma, keahlian yang memadai untuk membagikan Dharma dari Guru Buddha yang agung kepada para umat Buddha. Sehingga para umat Buddha dapat terus mempelajari Dharma, dan bersama – sama maju dalam mencapai kebahagiaan sejati yaitu Nibanna.

Semoga agama Buddha terus jaya dan bersemi. Semoga kebajikan yang dilakukan dari terselenggaranya acara ini, dan Dharma yang terus dibagikan dari saat ini sampai waktu yang lama, melimpah kepada semua makhluk, semoga semua makhluk hidup berbahagia.

The post BLIA Buddhist Public Speaking Garda Dharma VI appeared first on .

KMBUI Membuat Desa Binaan di Temanggung

$
0
0

Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia (KMBUI) meluncurkan program Desa Binaan. Program yang diselenggarakan oleh komisi pengabdian kepada masyarakat KMBUI ini berbentuk kegiatan sosial kemasyarakatan.

“Program ini merupakan bentuk kepedulian kami terhadap masyarakat sekitar,” tutur Kevin, salah satu penggagas program ini. Dengan menggandeng Cetiya Dhamma Manggala (CDM, Jakarta, Buddhist Reborn, dan BuddhaZine program ini berhasil diselenggarakan. Dusun Krecek, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, terpilih menjadi desa binaan KMBUI tahun ini.

Sebanyak tiga puluh lima Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia turun langsung ke Dusun Krecek. Selama lima hari, Minggu – Kamis (25 – 30/8) mereka tinggal dan melakukan berbagai aktivitas bersama warga dusun. Mulai dari kerjabakti membongkar rumah, membantu bertani rumah yang ditinggali, mengajar Sekolah Minggu Buddhis, hingga mengajar anak-anak Sekolah Paud Saddhapala.

Tak hanya itu, dalam program Desa Binaan, KMBUI juga membuat terobosan baru berupa pemberdayaan ekonomi. Mereka mendanakan sebuah mesin roasting kopi dan membuat pelatihan merawat kebun, memproses kopi setelah panen, menyangrai hingga pemasaran.

“Untuk mendapatkan hasil maksimal memang membutuhkan waktu yang panjang, saya sendiri belajar dan bergelut di dunia kopi lebih dari tiga tahun baru dapat juara 4 tingkat nasional dalam hal memproses kopi,” turut Anas Hana Purwanto, dalam sesi pelatihan memproses kopi Minggu, (26/8).

Setelah mendapatkan juara, kopi yang diproses oleh pemuda asli Temanggung ini baru mendapat nilai jual yang tinggi. “Tapi kalau sudah mendapatkan nilai, kopi kita akan banyak yang cari dengan nilai jual yang lebih baik,” tuturnya.

Sedangkan pada sesi lain, Andika Ajie Sastra yang telah melihat kopi dusun Krecek mengatakan bahwa kualitasnya berani diadu. “Ini sudah bagus kok pak, tinggal proses sortir,” terang Mas Andika.

Lebih lanjut, pemilik Dewaji Kaffe yang terletak di Bandung ini juga berjanji untuk membantu memasarkan kopi warga Krecek bila sudah diproses dengan benar. “Saat ini kebutuhan kopi robusta masih sangat tinggi, tapi sekali lagi harus diproses dengan baik. Saya siap menawarkan ke kedai-kedai kenalan kami,” tuturnya.

Senada dengan Mas Ajie, anak-anak KMBUI juga bersedia untuk memasarkan produk kopi warga Krecek ke kota-kota mereka.

The post KMBUI Membuat Desa Binaan di Temanggung appeared first on .

Meditasi karo Kang Zaim

$
0
0

Retret singkat meditasi minum teh diadakan oleh Zaim Mohammad (Kang Zaim) pada Senin (3/8) di kediaman seorang penulis sekaligus penerjemah buku Centhini, Elizabeth D. Inandiak di Sleman, Yogyakarta. Acara diikuti oleh dua puluh enam peserta dari berbagai penganut agama.

Sesi pertama dimulai sekitar pukul 16.30 WIB dengan melakukan meditasi berjalan. Meditasi berjalan merupakan salah satu posisi meditasi dari empat posisi meditasi yang dikenal dalam agama Buddha yaitu duduk, berjalan, berbaring, dan berdiri.

Sebelum meditasi dilaksanakan Kang Zaim berbagi pengalaman dan juga memberikan beberapa kata pengantar. “Di dalam vihara Zen di Plum Village Perancis, untuk menyatukan energi kebersamaan yang sebelumnya berasal dari mana-mana, untuk melepas kecapaian biasanya kita menyanyi bersama-sama. Tentunya lagu itu adalah sebuah karya dari umat manusia, semuanya bisa tersentuh dengan lagu. Jadi dari Afrika sampai Australia itu semua manusia pasti menyukai lagu, karena di sana kita bisa bersama tanpa bicara perbedaan, untuk memulai kita nyanyi lagu syukur,” tutur Kang Zaim mengawali acara.

Setelah para peserta menyanyikan dua buah lagu kebangsaan yaitu, “Syukur” dan “Padamu Negeri”, kang Zaim melanjutkan dengan memberikan penjelasan dan pengarahan tentang pelaksanaan meditasi berjalan. Kang Zaim menjelaskan bahwa meditasi berjalan adalah kita berjalan hanya untuk berjalan.

”Dalam keseharian kita, kita berjalan bukan untuk berjalan. Tetapi berjalan untuk mencapai jarak tertentu. Dari parkiran menuju ke kantor, dari ruang tamu menuju ke toilet. Tetapi dalam meditasi jalan ini, kita hanya berjalan hanya untuk berjalan. Oleh karena itu setiap langkah yang kita buat itu kita sudah tiba, setiap langkah yang kita buat kita sudah tiba. Jadi tidak ada ekspektasi kita akan pergi ke mana. Istilah Jawa itu ‘ora kesusu’, tidak tergesa-gesa. Itu yang pertama,” jelas Kang Zaim.

Selanjutnya Kang Zaim memberikan pengarahan bagaimana melakukan meditasi berjalan. Menurut Kang Zaim dalam berjalan harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan dengan perlahan. Hal ini dilakukan supaya antara pikiran dan fisik bisa menyatu dalam satu aktifitas yang sedang dilakukan.

“Kita bisa jalan sambil bilang dalam batin, kiri, kanan. Atau bisa bilang saya telah tiba, saya telah tiba. Ini akan membantu kita menyadari setiap langkah yang kita lakukan. Itu poin pertama,” imbuh Kang Zaim.

Sebagai poin kedua Kang Zaim menjelaskan meditasi berjalan sebagai sarana untuk kita mencoba merefleksikan bahwasanya kedua telapak kaki kita itu adalah menyentuh ibu bumi. Yang selama ini telah memberikan kita kehidupan.

”Saya yakin di rumah kita biasa berjalan di atas lantai, di atas aspal, di atas rumput, tetapi di dalam meditasi berjalan ini kita mencoba membuka kesadaran kita menjadi kesadaran kosmos yang lebih besar, kita berjalan di atas ibu bumi. Jadi kita mencoba mencium ibu bumi kita dengan telapak kaki kita secara halus dan penuh kemesraan,” pungkas Kang Zaim di akhir pengarahan.

Setelah selesai memberikan pengarahan Kang Zaim mengajak para peserta untuk melaksanakan meditasi berjalan. Sebagai tanda dimulainya meditasi Kang Zaim memukul bel yang dibawanya sebanyak tiga kali, selanjutnya Kang Zaim mengawali langkah pertama dan mulai berjalan dengan diikuti oleh peserta lain di belakangnya. Nampak Elizabeth Inandiak sebagai tuan rumah sangat khidmat dalam mengikuti sesi meditasi berjalan.

Meditasi berjalan dilaksanakan dengan mengelilingi rumah Elizabeth Inandiak melalui area pekarangan rumah dan berhenti di bale rumah sekitar pukul 18.00 WIB. Setelah berkumpul di bale Kang Zaim mengakhiri sesi meditasi berjalan dengan memukul bel sebanyak tiga kali kemudian mempersilakan para peserta untuk istirahat sejenak dan menunaikan kewajiban keagamaan sesuai agama masing-masing peserta sebelum melanjutkan meditasi sesi kedua.

The post Meditasi karo Kang Zaim appeared first on .

Pelantikan HIKMAHBUDHI Malang dihadiri Wakil Ketua MPR-RI

$
0
0

HIKMAHBUDHI pengurus cabang Malang baru saja melakukan regenerasi kepengurusan. Dari kepengurusan 2016-2018 ke kepengurusan 2018-2020. Satu periode kepengurusan hanya berlaku untuk 2 tahun. Tongkat estafet kepengurusan secara resmi dilanjutkan setelah ada sidang pelantikan.

Tepat tanggal 3 September 2018, bertempat di Hotel Pelangi Dua Malang, sekumpulan mahasiswa Buddhis ini melakukan sidang pelantikan. Mengangkat tema “Membangun Semangat Perjuangan HIKMAHBUDHI yang Progresif, Kreatif dan Inovatif” diharapkan para kader HIKMAHBUDHI mampu berkarya dengan semangat perjuangan agar dapat menghasilkan progres kinerja yang positif, dengan menumbuhkan kekreatifan dalam pengembangan, serta menciptakan inovasi bagi kemajuan bangsa, negara, serta komunitas Buddhis secara keseluruhan.

Acara ini dihadiri sekitar 250 orang yang terdiri dari pimpinan majelis Malang Raya, gerakan mahasiswa, OKP lintas agama, komunitas, dosen, MUSPIDA Malang, dll. Dihadiri juga Bhikkhu Uggaseno, yang memberikan wejangan serta doa kepada para pengurus HIKMAHBUDHI PC Malang.

Setelah Sidang Pelantikan selesai, lalu dilanjutkan dengan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI yang langsung dibawakan oleh Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah. Dibuka oleh salam “Merdeka” ala Soekarno, ia mempraktikkan dengan simbol tangan kanan membuka lima jari diangkat ke atas bahu. Artinya setiap warga negara mempunyai 5 poin dasar negara yang harus dipanggul di setiap bahu anak bangsa.

Keempat pilar tersebut dituturkan oleh Basarah yang berisi Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara. UUD NKRI Tahun 1945 sebagai konstitusi Negara serta ketetapan MPR. NKRI sebagai Bentuk Negara. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.

Dari penjelasan keempat pilar tersebut Ahmad Basarah juga memberikan beberapa informasi seputar latar belakang, proses, hasil perubahan dan naskah asli UUD 1945. “Pada era Orde Baru, segala tindakan yang dilakukan untuk mengkritisi pemerintah disebut anti Pancasila. Sehingga ketika Orde Baru tumbang, Pancasila seolah-olah dijadikan sebuah kesalahan sehingga semua hal yang berbau Pancasila semuanya dihapus, seperti BP7 dihapus, mata pelajaran PMP juga dihapus. Pancasila di awal reformasi dipinggirkan,” ujar dia.

Basarah sempat bercerita bagaimana ia sewaktu menjabat sebagai Ketua Umum GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) bersama-sama dengan HIKMAHBUDHI dalam Kelompok Cipayung+ ikut menumbangkan rezim Orde Baru. Artinya peran komunitas Buddhis juga tak bisa dipinggirkan dalam proses pembangunan bangsa dan negara. Baginya mengisi acara HIKMAHBUDHI juga menjadi tanggung jawab moralnya sebagai mantan aktivis mahasiswa, bukan hanya semata-mata tugas dari negara.

Basarah pun memberikan contoh-contoh pahlawan beragama Buddha yang ikut sama-sama berjuang meraih kemerdekaan. Namun ia menyayangkan akibat dari kekuasaan rezim Orde Baru, komunitas Buddhis di Indonesia khususnya yang peranakan Tionghoa menjadi tabu untuk membicarakan hal-hal yang berbau politik, soal kenegaraan dan kebangsaan.

Ahmad Basarah memberikan motivasi serta dorongan kepada segenap hadirin, khususnya kader-kader HIKMAHBUDHI Malang agar jangan takut dan minder untuk bercita-cita menjadi para pemimpin bangsa. Sebab Indonesia, bukan hanya dibangun oleh satu golongan atau satu agama tertentu, tetapi seluruh rakyat dan semuanya punya hak untuk menjadi pemimpin agar dapat berkontribusi nyata dalam membangun bangsa dan negara.

The post Pelantikan HIKMAHBUDHI Malang dihadiri Wakil Ketua MPR-RI appeared first on .

Meditasi Ngombe Teh

$
0
0

Sesi meditasi kedua dilakukan malam hari dimulai sekitar pukul 18.30 WIB di pondok lantai rumah Elizabeth D. Inandiak. Para peserta diminta oleh Kang Zaim untuk berposisi duduk meditasi dengan membetuk lingkaran di ruang terbuka lantai dua.

Setelah para peserta berkumpul, Kang Zaim mulai membuka acara dan mengajak seluruh peserta untuk melakukan meditasi duduk dengan objek pernapasan terlebih dahulu sebagai awal latihan konsentrasi. Kang Zaim menggunakan bel sebagai tanda dimulai dan juga tanda akhir meditasi. Meditasi pernapasan dilakukan selama 20 menit.

Selesainya meditasi duduk selanjutnya Kang Zaim memberikan penjelasan singkat tentang meditasi minum teh. “Di Jepang mereka memakai teh sebagai sarana untuk meditasi. Bagi praktisi zen teh itu menjadi sarana untuk menikmati apa yang telah kita miliki, bersyukur atas apa yang telah kita miliiki,” ujar Kang Zaim mengawali penjelasannya.

”Di dalam meditasi minum teh ini ada beberapa hal yang akan saya jelaskan, pertama kita akan melakukannya dengan hening. Kemudian saya kan menyiapkan teh untuk Anda semua. Juga ada kue,” lanjut Kang Zaim.

Setelah memberian penjelasan Kang Zaim menyeduhkan teh ke dalam gelas sejumlah peserta yang ditata rapi di depan peserta. Sembari menunggu Kang Zaim menyeduh teh para peserta tetap tenang dan menjaga keheningan.

Proses meditasi minum teh dimulai oleh kang Zaim dengan memberikan segelas teh kepada peserta di sampingnya, yang mana tata cara pemberian dan penerimaan dilakukan dengan perlahan dan menggunakan dua buah tangan sebagai sarana untuk lebih menyadari atau penuh kesadaran dalam melakukannya.

Setelah memberikan teh selanjutnya diakhiri dengan sikap anjali sebagai ungkapan kerendahan hati dan ketulusan, kemudian penerima bersikap anjali terlebih dahulu sebelum menerima teh sebagai tanda rasa terima kasih, dan proses dilanjutkan oleh peserta pertama kepada peserta kedua, peserta kedua kepada peserta ketiga, dan seterusnya hingga peserta terakhir.

Selain secangkir teh, terdapat kue dan juga tisu untuk meletakkan kue yang dijadikan sarana latihan meditasi. Pembagian tisu dan kue pun sama dengan ketika pembagian teh, yang dilakukan dengan perlahan dalam suasana hening.

Setelah semua peserta mendapatkan semua teh dan kue, pertama para peserta mulai menikmati teh yang dilakukan dengan relaks, perlahan dan hening. Merasakan dan menyadari aroma tehnya, kehangatannya, dan rasa pahit sepetnya ketika teh menyentuh lidah. Kemudian dilanjutkan dengan memakan kue yang  dilakukan dengan perlahan dan penuh kesadaran saat merasakan rasa kue, merasakan dan menyadari setiap kunyahan yang dilakukan, saat menelan, saat kue sampai di perut hingga saat mulai makan kue lagi. Hal ini untuk melatih kesadaran saat minum teh, begitu juga ketika para peserta menikmati kue.

Meditasi minum teh berlangsung selama kurang lebih 30 menit hingga Kang Zaim membunyikan bel sebagai tanda meditasi telah usai. Seusai meditasi sebagai penutup sesi malam, para peserta diajak untuk perkenalan dan memberikan kesan selama mengikuti pelatihan meditasi minum teh.

Elizabeth D. Inandiak sebagai tuan rumah menyampaikan rasa terima kasih dan kesan kepada para peserta.

”Jadi saya sangat tersentuh malam ini, karena saya selama empat bulan berkeliling Peancis, Singapura, India, dan saya baru turun dari Himalaya dan mengadakan meditasi di salah satu vihara di tempat yang jauh dan dingin. Ketika saya pulang saya bingung melihat rumah kosong, tapi tiba-tiba penuh dengan banyak teman-teman yang datang dan saya sangat tersentuh sekali,” tutur Elizabeth.

“Yang kedua saya sangat bersyukur karena Anda semua yaitu dua puluh enam orang sekarang berada di sini, seperti Anda memberi mata baru kepada saya. Jadi saya merasa bisa melihat kebun saya dengan 52 mata baru sehingga kebun saya terasa lebih luas. Kebun saya pun terasa lebih subur dan indah sekali karena sebelumnya kering dan sepi seperti kuburan, tetapi ketika tadi kita melakukan meditasi berjalan di area kebun dan saat kita berhenti di kebun menghadap ke selatan terasa sangat indah sekali,” pungkas Elizabeth mengakhiri cerita.

Setelah kesan terakhir yang disampaikan Elizabeth, Kang Zaim menutup acara keseluruhan meditasi minum teh. Acara sepenuhnya selesai sekitar pukul 21.00 WIB.

The post Meditasi Ngombe Teh appeared first on .

Pemuda Buddhis Temanggung Juarai Turnamen Futsal Kamadhis UGM

$
0
0

Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Gadjah Mada (Kamadhis UGM) kembali menggelar turnamen futsal. Turnamen futsal ini digelar sebagai salah satu rangkaian acara Dies Natalies Kamadhis UGM ke-28.

Sebanyak 12 tim futsal dari berbagai kampus dan komunitas Buddhis turut berlaga dalam acara ini. Di antaranya; Kamadhis UGM, Vidyasena, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Institut Pertanian Stiper, Vihara Vimala Kirti, Vihara Karangdjati, Vihara Maityeya Boddhicita, Kamadhis Sanatha Dharma, Khamadis Universitas Kristen Duta Wacana, dan Pemuda Buddhis Temanggung.

Tim Pemuda Buddhis Temanggung keluar sebagai juara pada turnamen yang digelar selama dua hari, Sabtu – Minggu (8–9/9) di Jakal Futsal, Kaliurang, Yogyakarta. Mereka mampu memenangkan semua pertandingan dari babak penyisihan hingga partai final.

Di babak penyisihan, Pemuda Buddhis Temanggung bertemu dengan Universitas Pembangunan Nasional Veteran dan Kamadhis Universitas Kristen Duta Wacana. Kedua laga dimenangkan Pemuda Buddhis dengan skor masing-masing 3–1 dan 10–0. Kemenganan ini menghantarkan Pemuda Buddhis melaju ke babak delapan besar.

Pada babak delapan besar, Tim Pemuda Buddhis Temanggung bertemu tim tuan rumah, Kamadhis UGM. Pertandingan berjalan ketat, hingga peluit tanda berakhirnya pertandiangan dibunyikan skor sama 2–2, dan dilanjutkan dengan adu pinalti.

Dua tendangan pinalti dari Kamadhis UGM dapat digagalkan oleh penjaga gawang Pemuda Buddhis sedangkan kedua tendangan pemuda Buddhis mampu membobol gawang Kamadhis UGM. Tim Pemuda Buddhis pun melaju ke babak semi final dan bertemu dengan Kamadhis Institut Pertanian Stiper.

Di babak semi final, pemuda Buddhis menang dengan skor 6-3. Tak hanya memenangkan pertandingan, pemuda Buddhis juga mencetak gol indah dengan tendangan salto lewat kaki Nanda. Gol ini sekaligus dinobatkan sebagai gol terbaik pada turnamen kali ini.

Pada laga final Tim Pemuda Buddhis semakin tampil menggila. Kamadhis Universitas Atmajaya yang menang melawan Vihara Karangdjati pada babak semi-final dilibas dengan skor telak 11–0. Kemenangan ini membuat pemuda Buddhis keluar sebagai juara dalam turnamen yang telah diikuti sebanyak dua kali ini.

“Ini adalah kemenangan yang sempurna. Tahun lalu kita hanya mendapat juara dua, dan kali ini mampu mendapatkan gelar juara, ini berkat kerja keras semua tim dan dukungan dari teman-teman Pemuda Buddhis Temanggung, Semarang dan Kendal”, tutur Fery Yulianto, salah satu pemain pemuda Buddhis.

The post Pemuda Buddhis Temanggung Juarai Turnamen Futsal Kamadhis UGM appeared first on .


Munas Permabudhi dibuka Presiden Joko Widodo di Istana Negara

$
0
0

Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo membuka Musyawarah Nasional Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) di Istana Negara, Selasa (18/9). Munas ke-1 Permabudhi ini dihadiri oleh para bhikkhu Sangha dari berbagai mazhab dan ratusan umat Buddha dari 34 provinsi di Indonesia.

“Permabudhi ini sangat istimewa karena akan dibuka oleh Presiden Jokowi dan diselenggarakan di Istana Negara. Permabudhi merupakan wadah baru umat Buddha Indonesia yang didirikan 3 April 2008,” kata Arief Harsono, Ketua Umum Permabudhi seperti yang dilansir Merdeka.com.

Presiden Jokowi menandai pembukaan Munas dengan pemukulan gong. Sejumlah pejabat juga turut hadir dalam acara ini, di antaranya adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri.

Baca juga: Presiden Jokowi Bertemu Para Pemimpin Umat Buddha Indonesia

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi kembali mengingatkan tentang kebesaran Bangsa Indonesia. “Saya ingatkan kepada semuanya, negara kita adalah negara besar. Oleh sebab itu, saya ingin mengajak kita semuanya marilah kita menjaga persatuan, karena aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, kerukunan dan persaudaraan,” tuturnya.

Sementara itu, Bhante Sri Pannyavaro dalam pesan Dhammanya menyampaikan ada enam faktor Dhamma yang bisa merawat kesatuan dan persatuan, yaitu; (1). Berperilaku/bertindak dengan cinta kasih, (2). Bertutur kata, menulis, bertegur sapa dengan cinta kasih, (3). Berpikir dengan cinta kasih, (4). Berbagi kebahagiaan. Keberhasilan dari satu lembaga (anggota Permabudhi) akan dirasakan seluruh anggotanya, (5). Menaati etika yang telah disepakati bersama, (6). Memiliki pandangan yang sama. Pancasila dasar negara RI adalah diṭṭhisammañata.

“Cinta kasih (mettā) dan kearifan (paññā) adalah inti dari Dhamma dalam semua mazhab,” terang bhante.

Bhante Pannyavaro menambahkan bahwa Bhinneka Tunggal Ika yang dituliskan oleh seorang pujangga Buddhis Mpu Tantular di lontar Sutasoma pada zaman Majapahit yang menjadi salah satu dari 4 pilar persatuan dan kerukunan bangsa ini adalah kontribusi besar umat Buddha dalam meletakkan dasar filosofis kerukunan bangsa. “Bhinneka Tunggal Ika adalah jatidiri kita,” pungkasnya.

Munas Permabudhi selanjutnya Munas dilaksanakan di Hotel Grand Mercure Jakarta Harmoni di Jl. Hayam Wuruk No. 36-37 Jakarta.

The post Munas Permabudhi dibuka Presiden Joko Widodo di Istana Negara appeared first on .

Sulak Sivaraksa Gagal Datang, INANEB Tetap Lakukan Diskusi di Jakarta

$
0
0

Indonesian Network of Engaged Buddhis (INANEB) kembali gelar pertemuan Minggu, (16/9/2018), di Restoran Eka Ria Jakarta. Ini adalah pertemuan yang ketiga sejak berdirinya Jaringan Engaged Buddhist Indonesia ini pada 7 Oktober 2017 di Restoran Eka Ria.

INANEB merupakan jaringan yang terdiri dari individu-individu dan lembaga yang ingin berkontribusi bagi masyarakat dengan landasan Buddhadharma.

“Dengan jaringan ini, kita akan lebih mudah untuk memberdayakan sumber daya (manusia, finansial, organisasi) yang tersedia sehingga menjadi lebih efisien dan efektif. Setiap lembaga dan individu bisa saling melengkapi demi tujuan bersama yang baik,” terang Agus Hartono, saat memandu diskusi.

Pada awalnya, pertemuan ini akan dihadiri pendiri International Network of Engaged Buddhists (INEB), Sulak Sivaraksa, Thailand. Namun, menjelang keberangkatannya ke Jakarta, Sulak dicekal pihak imigrasi Thailand. “Informasi yang kami terima, pencekalan dilakukan terkait dengan sikap kritis Sulak terhadap institusi kerajaan Thailand,” sesal Agus.

Sulak Sivaraksa adalah seorang intelektual Buddhis, aktivis lintas agama, dan pemerhati pembangunan dan persoalan sosial yang terkemuka. Ia adalah pengagas utama bahwa umat Buddha harus peduli dan terlibat dalam berbagai persoalan sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya yang dihadapi masyarakat. Ia pernah diminta menjadi penasihat World Bank dan menginisiasi gerakan pendidikan alternatif dan pemberdayaan pemuda di berbagai penjuru dunia.

“INEB dan Sulak adalah inspirasi berdirinya INANEB, tentu kita sedih mendengar berita pencekalan beliau. Tapi pertemuan ini harus tetap kita laksanakan.”

Upaya membangun sinergi dan aksi kemanusiaan bersama

Pertemuan ini dihadiri oleh lebih dari 50 orang dari berbagai lembaga dan organisasi Buddhis di Indonesia. Di antaranya; Institut Nagarjuna, Hikmahbudhi, Wanita Theravada Indonesia (WANDANI), Institut Kewarganegaraan Indonesia dan beberapa tokoh Buddhis seperti Ayya Santini. Hadir pula Sekjen INEB, Somboon Chungprampree (biasa disapa Moo).

Berbagai aksi sosial yang sudah berjalan, sedang dijalankan maupun akan dijalankan dibahas dalam pertemuan ini. Seperti aksi INEB, Ayya Santini, Hikmahbudi membantu dan menyalurkan bantuan untuk korban Lombok.

Salah satu pokok bahasan yang menarik adalah upaya WANDANI dalam melakukan pemberdayaan ekonomi umat Buddha di pedesaan Temanggung. “Kami mencoba mencari potensi yang bisa dikembangkan di desa. Tujuan pertama sebenarnya Lombok, melalui pengolahan kacang mede, tapi karena ada kendala jadi tertunda dan pindah ke Dusun Cendono, Kecamatan Kaloran,” tutur Yogi, salah satu pengurus PP WANDANI.

“Di Dusun Cendono,” lanjutnya, “Masyarakat masih banyak yang melakukan pekerjaan menderes (mengambil nira aren) untuk dijadikan gula. Selain gula batok (batok; kulit kelapa biasa digunakan untuk mencetak gula aren) mereka juga membuat gula semut yang pada awalnya untuk dikonsumsi sendiri. Dari situ kami mulai berpikir, gula ini kan sehat dan mempunyai nilai tinggi kalua diproduksi dan dipasarkan dengan baik.”

Bukan tanpa kendala, menurut Yogi, pada awal memulai mendampingi petani dusun Cendono banyak rintangan yang harus dilalui. “Pernah gula itu menumpuk 1 kwintal di rumah Bu Wenny, haduh mau diapakan gula ini. Masih bingung pemasarannya, salah satu upaya memasarkan gula ini kami menggandeng Dai TV untuk membuat meliput dan membuat video promosi,” pungkas Bu Yogi.

“Inilah gunanya kita berjejaring melalui INANEB ini. Kita bisa saling bersinergi dan melengkapi sesuai kapasitas masing-masing,” timpa Suparjo.

The post Sulak Sivaraksa Gagal Datang, INANEB Tetap Lakukan Diskusi di Jakarta appeared first on .

Ajahn Sujato: Diskriminasi terhadap Perempuan Disengaja oleh Laki-laki

$
0
0

Hingga saat ini belum, semua negara bisa menerima keberadaan Sangha bhikkhuni. Salah satu alasan penolakan adalah Sangha bhikkhuni setelah masa Buddha telah putus dan tidak ada penerusnya. Kegiatan 3rd Asian Buddhism Connection bertujuan untuk menyatukan seluruh pendapat para panelis dari 16 Negara di Asia dan Australia terutama berkaitan dengan pendidikan dan perempuan dalam Buddhis.

“Mulanya penahbisan bhikkhuni mendapat penolakan yang berakar dari Theravada. Padahal, kepemimpinan perempuan sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa kini,” jelasnya Ajahn Sujato mengawali pemaparan materinya, pada 3rd Asian Buddhism Connection, Sabtu (15/9/2018) lalu di Auditorium Prasadha Jinarakkhita.

Ajahn Sujato menjadi pembicaara kunci pada Konferensi Internasional ini. Ia merupakan salah satu bhikkhu yang ditahbiskan dalam silsilah Ajahn Chah, selanjutnya ia tinggal selama 3 tahun di Bodhinyana Monastery (Perth) sebagai sekretaris dari Ajahn Brahmavamso. Bhikkhu ini adalah Founder of Santi Forest Monastery, Australia yang pada sesi pemaparan utama ini dengan tema, “Bhikkhuni dan Kepemimpinan Spiritual.”

Menurut Ajahn Sujato, diskriminasi terhadap perempuan bukan hanya sebagaimana adanya, melainkan aktif dan sengaja dibangun oleh laki-laki. Dari sikap itu, dunia yang seharusnya bisa menjadi lebih adil dan damai malah menjadi dunia yang banyak terjadi kasus pelecehan, penggertakan, dan penyalahgunaan perempuan.

Namun, pada masa kini, Sangha bhikkhuni telah berkembang dalam Theravada dengan melakukan berbagai kegiatan seperti berlatih, belajar, melayani, beribadah, mendukung komunitas, menginspirasi dan menjadi teladan bagi masyarakat.

“Untuk mengatasi masalah yang terjadi, hendaknya kita mengembangkan welas asih, kebaikan, pemahaman, kebebasan, dan mendengarkan dengan baik. Apabila kita mendukung aspirasi perempuan untuk menjalankan kehidupan keagamaan, maka secara tidak langsung kita mengangkan derajat perempuan sekaligus derajat laki-laki,” tegas Ajahn Sujato mengakhiri pemaparannya.

Pendapat yang sama diutarakan oleh Bhikkhu Nyanasuryanadi sebagai narasumber kedua. Dosen sekaligus Nayaka Theravada Sangha Agung Indonesia (SAGIN) ini menuturkan dalam pandangan Buddhis perempuan memiliki peran yang setara dalam pengembangan spiritual.

“Perempuan saat ini menjadi perhatian khusus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berbeda dengan zaman sebelum Buddha, perempuan dianggap sebagai yang rendah dan diperlakukan tidak sewajarnya,” jelas Dosen STAB Smaratungga ini.

Pada masa Buddha, peran perempuan dalam lingkungan Sangha dapat dilihat dari perjuangan Prajapati Gotami untuk menjadi bhikkhuni agar bisa mengangkat derajat perempuan setara dengan laki-laki.

“Melalui tranformasi diri dan sosial yang membantu mengenali diri serta melalui pencarian diri dan praktik spiritual akan membuat mereka mengubah diri menjadi sumber kebijaksaan, belas kasih, kesetaraan, dan keteguhan yang memiliki pandangan non-sektarian, inklusif, pluralism universalis, dan berkeyakinan kepada Dharmakaya,” pungkas bhante.

The post Ajahn Sujato: Diskriminasi terhadap Perempuan Disengaja oleh Laki-laki appeared first on .

Meditasi Purnama di Rumah Centhini

$
0
0

Bulan sudah terlihat bulat sempurna sore hari saat meditasi dimulai. Shinta Soemarso, seorang praktisi meditasi vipassana mengajak para peserta untuk naik ke lantai 2 rumah kediaman Elizabeth D. Inandiak untuk memulai sesi meditasi bertajuk, “Malam Purnama Centhini.”

Rumah Centhini, Kabupaten Sleman, Yogyakarta kembali mengadakan latihan meditasi bersama Senin (24/9). Kali ini merupakan pertemuan kedua setelah meditasi bersama Kang Zaim Senin (3/9). Acara ini diikuti oleh lebih dari 25 orang dari Yogyakarta, Semarang, Temanggung, Klaten, dan Wonosobo.

Dengan beratapkan langit dan beralas tikar para peserta mengambil posisi duduk melingkar. Tak berselang lama, suara Mbak Shinta terdengar mulai mengarahkan. “Silakan mengambil posisi duduk bersila dengan nyaman. Kali ini kita akan melakukan meditasi memancarkan cinta kasih pada segala kehidupan di alam semesta.”

Mata mulai dipejamkan, bunyi bel mulai terdengar bertalu-talu sebanyak tiga kali sebagai tanda meditasi dimulai. “Rasakan tubuh Anda mulai dari kaki yang bersentuhan dengan lantai, badan Anda, kepala Anda dan kendorkan otot-otot yang tegang, buat senyaman mungkin,” Mbak Shinta mengarahkan.

“Sekarang, mulai memancarkan cinta kasih yang pertama kepada diri Anda, secara perlahan kepada orang terdekat Anda kemudian kepada semua makhluk di alam semesta.” Meditasi berlangsung selama 25 menit.

Malam purnama Centhini

Elizabeth D. Inandiak adalah seorang peneliti, penyair dan penulis yang menggubah Serat Centhini, sebuah karya Sastra Jawa yang ditulis pada abad 19. Dia menafsirkan ulang karya sastra yang dianggap sebagai ensiklopedia Nusantara ini ke dalam buku yang kemudian diberi judul Centhini; Kekasih yang Tersembunyi.

Pada malam purnama dengan selingan musik Astakosala Volk, buku ini dibaca dan didiskusikan bersama Sang Penulis. Inandiak mulai meneliti dan menafsir ulang serat Centhini mulai pada tahun 2.000. Pada saat itu, menurutnya Serat Centhini sudah hampir dilupakan orang Indonesia.

“Menurut saya, Centhini adalah buku yang amat dalam dan jujur. Karena itu, saya mengagumi ini dan ‘mengabdi’ untuk menerjemahkan Serat Centhini dan menafsirkan kembali dalam 400 halaman. Awalnya dalam bahasa Perancis sekarang sudah ada bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, dan Italia,” tutur Inandiak.

The post Meditasi Purnama di Rumah Centhini appeared first on .

Musik Astakosala Lebur dalam Keindahan di Malam Purnama Centhini

$
0
0

Kakawin atau sastra tradisi biasanya dikidungkan bersanding dengan alat-alat musik tradisional semisal gamelan, tapi ini tidak. Syair kakawin nan indah bersanding dengan alat-alat musik modern berupa keyboard, gitar, dan bass. Elaborasi sastra kuna berpadu dengan unsur modern tetap mampu meruangkan alunan-alunan nada meditatif yang merasuk kalbu.

Salah satu sajian menarik acara Malam Purnama Centhini, Senin (24/9) adalah hadirnya Astakosala Volk (AV). AV merupakan grup musik new age asal Solo yang mengambil syair dari sastra dan kakawin Jawa kuna menjadi sebuah lagu.

Musikalitas AV bukan hanya soal keindahan musik, mengangkat karya sastra berupa kakawin menjadi sebuah lagu merupakan upaya AV untuk merawat dan mengenalkan kesusastraan Jawa kuna kepada generasi muda.

“Bukan bermaksud untuk menduakan gamelan, ini adalah upaya kami untuk mengenalkan dan merawat peninggalan leluhur kita,” tutur Ayu Gutami yang merupakan vokalis AV.

AV melantunkan lima lagu; Tak Lelo-lelo Ledung, Padhang Bulan, Alamkara, Puteri Cening Ayu, dan Banawa Sekar. Penampilan AV kali ini pun mendapat pujian dari peserta.

Shinta Soemarso misalnya, dia mengungkapkan kekagumannya kepada anak-anak muda yang bisa melihat kekayaan Nusantara. “Saya kagum sekali, kalau kata Mbak Mimi Astuti, jatuh cinta. Buat saya ini luar biasa mendengarkan tembang Jawa dari anak muda. Itu membuat saya langsung ketampar, tapi ketampar yang baik dan syukur bisa ikut menyaksikan pentasnya malam ini. Saya merasa bisa melihat Nusantara di masa depan akan begitu.”

Mbak Shinta berharap Astakosala bisa rekaman sehingga karyanya dapat menginspirasi banyak orang. “Saya berharap Astakosala membuat VCD supaya dapat dinikmati oleh seluruh orang di Nusantara.”

 

Pujian juga datang dari Dede Budiarti, salah satu pengasuh Sanggar Anak Alam, Salam, Yogyakarta ini meminta Astakosala tampil di depan anak-anak sanggar. “Tadi selama satu menit pertama saat membuat saya baper (terbawa perasaan). Bapak saya seorang niogo, jadi tembang Jawa sudah sangat mengalir di telinga saya, bahkan melihat gamelan saja ingatan saya langsung ke bapak. Tapi beliau sudah almarhum satu tahun ini, dan tadi… bapak seperti turut hadir dan berdiri di belakang Mbak Gutami (vokalis Astakosala).”

“Saya tadi dibisikin Mbak Mimi dari belakang,” lanjutnya. “Kami punya anak-anak di sanggar alam, sepertinya akan menjadi gayung bersambut idenya Mbak Shinta jika Astakosala mau memperkenalkan napas Astakosala kepada anak-anak sanggar supaya mencintai sastra Jawa dan Nusantata. Menurut saya Astakosala akan menjadi contoh yang sangat luar biasa bagaimana mengolah kakawin Jawa kuna menjadi lagu yang sangat bagus, dan anak-anak pasti akan sangat menyukainya.”

Mbak Dede sebagai salah satu yang hadir dalam acara Malam Purnama Centhini berharap generasi muda semakin terpacu dalam menggali karya sastra Nusantara yang sangat kaya.

The post Musik Astakosala Lebur dalam Keindahan di Malam Purnama Centhini appeared first on .

Viewing all 1052 articles
Browse latest View live